Tuesday, August 14, 2012

Menenangkan Perut dengan Semangkuk BurCik Hangat


Fitria Rahmadianti - detikFood Jakarta - Masih ingin jalan-jalan usai tarawih? Jika mata belum mengantuk sementara perut lapar lagi, datang saja ke BurCik alias Bubur Cikini. Dinginnya malam akan terusir dengan semangkuk bubur yang hangat dengan semerbak harum jahe. Wah perut yang bergejolak pun jadi tenang!

Warung bubur ayam ini terletak di sebelah KFC, tak jauh dari Stasiun Cikini. Tulisan 'Bubur Cikini, HR Sulaiman Cirebon' terpampang jelas di kaca gerobaknya, tepat bersebelahan dengan gerobak martabak telor. Kiosnya terletak di hoek atau sudut, tak terlalu besar namun cukup bersih. Konon, rumah makan ini sudah ada sejak 1987.

Tiba di sana, saya langsung memesan seporsi bubur ayam (Rp 15.000) dengan sate jeroan (Rp 5.000) plus segelas es jeruk (Rp 8.000). Sebenarnya perut ini masih lumayan kenyang sehabis berbuka dengan beragam makanan. Namun, mumpung sedang main ke Cikini, saya sisakan ruang di perut untuk semangkuk bubur ayam yang hangat.

Datanglah mangkuk porselen berisi bubur panas, daging ayam suwir, cakwe diiris halus, serta emping. Buburnya tampak kental dengan warna yang agak keruh. Saat diaduk, terlihat bahwa bubur ini tidak diberi kuah kaldu seperti bubur ayam pada umumnya.

Sesendok bubur panas yang belum ditambahi kecap, sambal, dan sebagainya masuk ke mulut. Terasa aroma jahe dengan sedikit saja kombinasi lada, tongcai, serta kecap asin. Teksturnya kental dengan rasa lembut di lidah.

Bubur ini terasa hambar. Barulah ketika saya tambahkan kecap manis, kecap asin, dan sambal bubur ini jadi lebih nikmat. Kehadiran satai hati, usus, dan ampela juga membantu memperkaya tekstur dan rasa gurih bubur. Lembutnya irisan cakwe dan renyahnya emping memberi sensasi enak di lidah.

Bubur Cirebon a la Cikini berbeda dari bubur ayam gaya Betawi yang biasa dijajakan di gerobak. Tidak ada irisan daun bawang, kacang kedelai goreng, maupun siraman kuah kaldu kuning. Sebaliknya, yang membuat Bubur Cikini ini unik adalah karena aroma jahenya dan buburnya yang tak seputih bubur biasa. Ini bisa jadi karena berasnya dimasak dengan kaldu ayam tanpa tambahan garam.

Tertarik dengan aroma wangi martabak telur, seporsi martabak dengan 3 telur bebek (Rp. 30.000,00) pun kami pesan. Tampilannya tak setebal martabak telur biasa. Ah, setelah digigit barulah terasa martabak ini tak memakai banyak irisan daun bawang. Daging cincangnya dibumbui sehingga kecokelatan gurih enak.

Kulitnya tipis dan garing. Jadi lebih mirip omelet daging cincang yang garing gurih. Yang istimewa justru acar timunnya yang sudah masak sehingga timunnya sedikit layu tetapi dengan rasa renyah asam segar diselingi cabai rawit hijau yang kecokelatan pedas. Cocok buat lauk pendamping bubur yang pas selain satai hati ampela ayam.

Bubur ini lumayan ringan untuk sekedar mengganjal perut di malam hari. Sambil menyeruput es jeruk yang manis segar, saya menikmati pemandangan lalu lintas Jalan Cikini Raya yang ramai. Sesekali kereta lewat, meninggalkan Stasiun Cikini dan melintasi rel layang menuju stasiun berikutnya.

Kehadiran penyanyi jalanan dan anak-anak kecil yang berjualan puzzle atau tisu semakin menguatkan kesan berwisata kuliner di pinggir jalan. Kalau ingin mencoba bubur ayam yang polos, mampirlah ke sini. Hangatnya rasa jahe yang lamat-lamat bisa mengusir udara dingin dan gemuruh di perut!

Bubur Cikini, HR Sulaiman Cirebon

Jl. Cilosari 121-A, Cikini

Jakarta Pusat

Telepon: 021-3144057

(fit/odi) Punya makanan favorit saat Ramadan & Lebaran? Ceritakan dengan menarik & lengkap di sini . Raih Grand Prize Mixer Kitchen Aid untuk cerita yang paling banyak di LIKE.

No comments:

Post a Comment